Monday, July 23, 2018

Belajar menjadi seorang ayah.

BELAJAR MENJADI SEORANG AYAH.
(Sekilas Bunga Rampai Kehidupan)
"I had rather be on my farm than be emperor of the world". 
George Washington, presiden pertama Amerika Serikat.

      Menikmati gengaman tangan kecil Josh membuat saya memahami apa yang dikatakan dan dirasakan oleh George Washington. Inti pemikirannya yang menyatakan bahwa menghabiskan waktu di rumah sendiri (atau waktu bersama dengan keluarga) jauh lebih berbahagia dari pada menjadi kaisar di dunia ini sungguh tepat bagi saya secara pribadi. Kedalaman perasaan itulah yang membuat saya terus memegang tangan Josh menyusuri pertokoan di jalan Haranggaol. Minggu sore itu, kawasan wisata Parapat di propinsi Sumatera Utara yang terkenal dengan keindahan panorama Danau Toba cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal. Bis karyawisata yang membawa rombongan anak-anak sekolah berhenti tepat di depan toko yang baru saja kami singgahi. Melihat rombongan anak-anak remaja usia sekolah dan mobil angkutan umum yang lalu lalang di jalan tersebut, saya memutuskan mengendong Josh di pundak untuk menghindari hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Dari pengamatan saya, kelihatannya rombongan karyawisata siswa tersebut hanya didampingi oleh satu suster katolik dan ia pun sibuk masuk keluar dari satu toko ke toko lain. Mungkin ada keperluan mencari oleh-oleh bagi keluarga atau sanak famili sehingga perhatiannya tidak tertuju untuk menjaga anak-anak remaja tersebut. 
     Hanya kira-kira 10 menit duduk di pundak saya, Josh meminta turun dan mau berjalan sendiri. Setelah kakinya menapaki jalan aspal tersebut, ia segera berjalan sekehendak hatinya. Saya menuruti keinginannya sekali lagi untuk menyusuri toko-toko yang berjejer di sepanjang jalan tersebut. Tiba-tiba ia bertanya, "Papa, apa ini?" sambil jarinya menunjuk ke satu benda yang ia maksudkan. Mata saya menatap benda tersebut dan berkata, "plastik permen". "Oh...lalu apa ini?" ia menanggapi jawaban saya dan kembali bertanya, "apa ini?". Saya menjawab lagi, "kulit mangga". Ia bertanya lagi,"apa ini?", saya jawab,"kulit kacang.". "Apa ini?", "kotak rokok". "Apa ini, papa?", "bungkusan permen.", "Apa ini?", "bungkus permen.", "Apa ini?", "Bungkus rokok.", "Apa ini?"..."Apa ini?" dan "Apa ini?"...
Untuk membaca lengkap artikel ini, anda dapat klik ke judul di atas, "Belajar menjadi seorang ayah "..................... 

     Sinar mentari sore yang terik tidak menganggunya dan sepanjang jalan itu, ia bertanya, "Apa ini?". Lebih dari 25 kali ia bertanya, "Apa ini?" atau "Apa ini, pa?", dan setiap kali ia bertanya, saya jawab dengan senang hati. Sejujurnya, saya sungguh menikmati waktu dengannya. Dengan berbagai kesibukan dan rutinitas yang ada, harus saya akui, terkadang saya jarang memiliki waktu berdua dengannya, maka, setiap kali bila saya memiliki waktu dengannya, saya berusaha memaksimalkan pengakraban kualitas & kuantitas hubungan dengannya. Pertanyaan-pertanyaan di hari itu menjadi suatu kesempatan bersama yang indah bagi saya. Sekalipun di antara 25 kali pertanyaan tersebut, ada beberapa pengulangan pertanyaan untuk benda yang sama. 
      Bagi saya, Josh yang berusia 3 tahun ini perlu benar-benar saya dukung. Sejak kecil, sejak ia mulai belajar berbicara, saya berusaha menjawab apapun dan bagaimanapun pertanyaaannya. Menjawab dengan suara, mimik wajah dan kalimat yang memberikan ia garansi kenyamanan  bertanya. Saya sungguh tidak mengharapkan ia tumbuh menjadi anak yang bertanya dan belajar dari oranglain, yang bukan orangtuanya.  Dan kalau dihitung-hitung, mungkin sudah ratusan pertanyaan mengenai apa, siapa, bagaimana dan sebagainya tentang hal yang perlu ia tahu tentang kehidupan ini.
       Saya selalu berdoa & berusaha, semoga saya sebagai ayah akan selalu mampu menciptakan suasana kenyamanan pembelajaran bagi dia dalam sepanjang masa hidupnya, sampai di hari terakhir hidup saya.
Dengan demikian, ia mampu memiliki kesempatan menjadi seorang manusia yang tangguh dan berpengetahuan luas serta mendapatkan tujuan hidupnya yang telah diberikan Allah di dalam dirinya. 
Untuk menjadi seorang ayah yang baik sungguh diperlukan kerja keras dan belajar yang keras. Namun, ijinkan saya mengutip perkataan Dr. James Dobson, " dari semua jabatan yang saya miliki, yang paling saya sukai adalah menjadi seorang ayah."
     Saya percaya dan beriman, bahwa peran saya tidak akan sia-sia. Saya yakin bahwa keberhasilan menjadi seorang ayah tidak bergantung kepada seberapa tinggi IQ yang saya miliki, tetapi seberapa besar usaha dan kerja keras saya dalam pembelajaran menjadi ayah. Thomas Alfa Edison, penemu dan pendiri Edison Electric Light Company pernah berkata, "Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan  adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan."
     Kenyataan hidup mengajarkan, bukan peluang yang menciptakan kemauan,tetapi kemauanlah yang menciptakan peluang.(John Maxwell)
Jikalau hari ini kita diberikan kesempatan menjadi seorang ayah, maka bersyukurlah & mari belajar menjadi seorang ayah yang baik & benar, ditengah dunia & keluarga yang sering menampilkan ayah yang tidak baik, sehingga anak kehilangan teladan untuk menolong ia memahami figur seorang ayah.
SELAMAT MENJADI SEORANG AYAH. 
Saya yakin anda pasti bisa, terutama bila ada Tuhan yang menolong diri anda.