Monday, May 7, 2018

Orangtua, pendidik pertama dan utama.

ORANGTUA, PENDIDIK PERTAMA DAN UTAMA

Dalam kehidupan kita setiap hari, tentu tidak asing lagi bila kita mendengar kisah-kisah tentang tingkah laku dan peristiwa yang terjadi pada seorang anak. Ada anak yang memiliki prestasi gilang gemilang dan menjadi kebanggaan orangtuanya, serta mencapai keberhasilan dalam hidupnya ketika ia dewasa, namun ada juga kisah sedih seorang anak yang membuat orangtuanya harus berlinang air mata siang dan malam. Mungkin ia tidak memiliki kemauan belajar, mengalami kegagalan dalam studi, terjerat narkoba, ataupun hidup dengan masa depan yang suram dan kegagalan membayangi hari-harinya. Melihat kenyataan hal ini, tentu kita akan bertanya, mengapa hal ini dapat terjadi?. Saya yakin banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi di dalam hidup seorang anak. 
Mungkin salah satu hal yang dapat kita pikirkan bersama agar anak mencapai masa depan yang baik, yaitu bagaimanakah peran orangtua sebagai pendidik dalam sepanjang hidup anak tersebut?
Kita tahu bahwa orangtua merupakan wakil dari Allah untuk mendidik putra-putri yang dititipkan olehNya. Oleh sebab itu, pendidik terbaik bagi seorang anak adalah kedua orangtuanya. 

Ketika Allah memberikan anak kepada kita, Allah tahu orang yang paling siap, kompeten dan tepat untuk mendidik anak tersebut sebagai satu pribadi yang sesuai dengan tujuan penciptaan Allah terhadap dirinya adalah kedua orangtuanya, bukan guru, bukan teman, bukan orang lain, apalagi media elektronik. Orangtua merupakan pendidik pertama dan utama bagi seorang anak. Kesadaran & pemahaman ini saya dapatkan melalui pengajaran Allah bagi saya dalam satu hal yaitu soal makan.

Untuk membaca lengkap artikel ini, anda dapat klik ke judul di atas, "Orangtua, pendidik pertama dan utama" atau klik Read More di bawah ini .....................



Saya termasuk orang yang kurang bijaksana dalam menjaga tubuh ini. Seringkali bekerja dan beraktivitas tanpa mempedulikan jeritan keperluan perut ini. Istri saya yang baik sering kali berkata, "kamu harus makan yang teratur". Nasehat itu diucapkannya berulang kali, dan dalam satu situasi, saya ingat pernah menjawabnya, "Untuk apa saya makan teratur?. 'toh, tidak makan teratur saja sampai sekarang, saya tidak sakit. Coba berikan alasan, mengapa saya harus makan dengan baik dan teratur?". Mungkin saat itu istri tidak bisa memberikan jawaban yang menyakinkan saya. Ia hanya bisa berdoa dan Tuhan menjawab doanya. Tuhan memberikan jawaban bagi saya, bahwa saya harus makan dengan baik dan teratur supaya memiliki umur lebih panjang, tubuh yang sehat, pikiran yang selalu segar & tidak cepat pikun agar dapat mendidik anak kami dengan maksimal, karena hanya saya (dan istri) yang paling tepat untuk mendidik dan membimbingnya menjadi pribadi yang sesuai dengan tujuan Allah dalam dirinya. Dengan temperamen, karakter dan seluruh talenta serta kemampuan yang Tuhan berikan dalam dirinya, hanya kami yang PALING TEPAT untuk mengasah dan mempertajam semuanya itu untuk mencapai tujuan kehadiran dirinya di muka bumi ini.

Melalui perenungan mengenai keberadaan saya & istri, saya memiliki keyakinan bahwa Allah tahu dengan tepat, perpaduan diri kami (temperamen, karakter, kemampau, dll)  merupakan media dan pribadi yang tepat untuk mendidiknya. Dengan kata lain, anak kami "tidak paling tepat" dididik oleh orang lain manapun, demikian juga, anak orang lain "tidak paling tepat" dididik oleh kami. Setiap anak paling tepat dididik oleh orangtuanya sendiri. Kiranya pemahaman ini dapat diterima oleh kita sekalian.

Berikut ini ada 2 hal sederhana dan praktis namun prinsip, yang dapat kita lakukan selaku seorang pendidik yang pertama dan utama bagi anak kita, yaitu :

1. Jadilah pendidik yang "terus belajar".

Sebagai ayah dan ibu, kita tidak mungkin mengajari anak kita dengan baik bila kita sendiri tidak mengerti tentang sesuatu yang sesuai dengan konteks saat ini. Baiklah kita ingat, bahwa zaman ini, perkembangan apapun demikian cepat. Kehidupan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak pernah berhenti di satu titik, tetapi terus maju bersama dengan waktu. Dengan demikian, bisa saja terjadi, pengetahuan dan cara kita terhadap sesuatu sudah tidak cocok lagi karena ada penemuan terbaru dan lebih otentik kebenarannya sehingga bila kita tetap paksakan dengan cara lama kita, kita bisa salah. Misalnya, kalau dulu seorang anak sakit demam dan panas, maka orangtua akan segera menyelimutinya dengan selimut yang tebal dan  memakaikan baju beberapa lapis supaya berkeringat dan sang anak tidak boleh mandi serta harus tetap tinggal dalam kamar agar tidak "kena angin". Namun pengetahuan medis saat ini menemukan bahwa anak yang demam dan tinggi suhu tubuhnya, justru bukan hanya di lap badannya, namun tidak boleh diselimuti dengan tertutup.
Contoh lain, dalam dunia pendidikan. Dulu, seorang guru mengajar murid dengan cara "militer", bahkan menampar, memukul dan memarahi murid dengan perkataan yang kasar "diperbolehkan", atau guru mengajar di kelas hanya menggunakan metode mendikte, lalu murid menyalin dan dialog satu arah, bahkan mungkin punya pemahaman bahwa guru selalu benar, tidak dapat dibantah dan apa yang diajarkan selalu tepat, namun cara-cara demikian sudah tidak tepat lagi untuk dipergunakan di zaman ini. Mungkin metode demikian tepat dipergunakan pada saat itu, mungkin......
Oleh sebab itu, sebagai orangtua, kita tidak boleh berhenti belajar. Hendaklah kita menjadi "pembelajar seumur hidup." Ada satu kalimat bijak yang pernah saya dengar, "Berubah atau punah". Sebagai orangtua yang hidup di zaman ini, maka kita tinggal memilih, mau belajar terus sehingga kita berubah menjadi lebih baik, tidak gaptek (gagap teknologi), dan menjadi pendidik yang tepat bagi anak-anak generasi Z & Alpha,  atau kita "punah" dan digilas oleh zaman ini.

2. Jadilah pendidik yang berani "Ora et Labora"

Seorang anak di usia berapun juga, seringkali merupakan satu pribadi yang egosentris. Ia selalu berpikir dan bertindak semaunya sendiri, ingin selalu dituruti, sulit dibatasi dan cenderung berpikir untuk kepentingan dirinya sendiri serta melawan ketika dinasehati. Jikalau kita lihat dari sisi kerohanian, itulah akibat dosa manusia. Sejak lahir, manusia menjadi makhluk yang egois. Bertumbuh menjadi makhluk yang egois. Lihatlah hal ini pada seorang bayi ataupun pada diri seorang anak yang sedang bermain, maka akan dengan mudah kita mendapatkan contoh mengenai hal ini. Disinilah letak peran sentral orangtua. Mendidik dia menjadi manusia yang mengerti kasih dan semua nilai-nilai kehidupan di dalam masyarakat, terlebih lagi ia berhasil "menjadi orang".
Jangan relakan anak kita di didik oleh orang lain, media elektronik ataupun sumber pendidikan lain yang bukan pendidik yang tepat, karena dengan membiarkan hal ini, maka penyesalan akan menjadi bagian hidup kita yang tidak akan pernah hilang, selamanya....
Orangtua adalah satu-satunya sumber utama (jikalau disejajarkan dengan sesama manusia lainnya) persiapan anak untuk mencapai tujuan kehidupannya. Keberhasilan dan kegagalan anak sungguh-sungguh merupakan tanggung jawab penuh orangtua. Orangtua yang bijak tidak pernah melemparkan ataupun mengalihkan tanggung jawab ini dengan pihak lain. Karena itu, setiap orangtua wajib memenuhi panggilan tugas ini dengan bekerja keras dan sepenuh hati dalam mendidik anaknya. Anak tidak mungkin berhasil bila orangtua setengah hati atau tidak peduli dalam proses pendidikan ini. Pendidikan ini tidak hanya berbicara pendidikan formal di institusi pendidikan, tetapi terpenting adalah pendidikan hidup baginya. Kepedulian dan perhatian yang sungguh-sungguh merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan dengan setia dan tekun oleh orangtua.
Namun perlu kita ingat, sebagai orang beriman, kerja keras tidak mungkin dilepaskan dari ketekunan berdoa. Kerja keras merupakan aksi dan doa merupakan fondasi. Orangtua yang bekerja keras mendidik anak tentu akan mengalami kelelahan dan mungkin sekali kehilangan gairah serta cara/metode untuk mendidik. Doa dapat menjadi penyeimbang kelelahan dan sumber kekuatan untuk bangkit dan bersemangat serta memiliki pengharapan memperoleh hasil dari kerja keras kita. Prinsip "ora et labora" merupakan prinsip yang tidak dapat dilepaskan dalam mendidik anak-anak kita.

Seorang teman pernah berkata, untuk melakukan hal apapun, kita perlu "tikam lutut". Bekerja saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan "tikam lutut" yaitu berdoa. Melalui doa, kita akan melihat hal-hal ajaib yang diperbuat oleh Allah. Melalui "tikam lutut", keputus-asaan akan berubah menjadi pengharapan, dukacita akan berganti menjadi sorak sorai, dan kelelahan akan tergantikan sukacita karena melihat hasil yang dikerjakan.
Oleh karena itu, marilah kita melakukan amanah yang mulia ini dengan mendidik anak-anak kita melalui :
1. Kasih dan karakter Kristus.
2. Sikap sepenuh hati, ekstra sabar dan maksimal sesuai dengan kemampuan kita.
3. Pemberian waktu, tenaga dan harta yang terbaik, bukan yang tersisa.
4. Penerimaan pribadi mereka tanpa memperbandingkan dengan anak lain.
5. Jangan pernah menyerah dan berkata kepada anak kita, "Sudahlah, terserah kamu mau jadi apa..."

Saran saya yang terakhir, bila perlu, jangan segan-segan konsultasi dengan para ahli yang kompeten dan berkonsentrasi tentang pendidikan dan pola asuh yang tepat bagi anak kita sesuai dengan karakteristik dirinya.

SELAMAT MENJADI PENDIDIK YANG BERHASIL. BIARLAH DI MASA DEPAN, INDONESIA DAN DUNIA MEMILIKI MANUSIA UNGGUL YANG TAKUT AKAN TUHAN. MARI MEMBENTUK GENERASI YANG HIDUP MENCAPAI TUJUAN ALLAH & MENJADI BERKAT BAGI SESAMA MANUSIA & ALAM SEMESTA.